WELCOME TO!
BIMBEL TALENTA
Bimbingan Belajar Terbaik saat ini di Indonesia, khususnya Sumatera Utara yang telah mendapatkan kepercayaan membimbing Siswa-siswi Terbaik Sumatera Utara, YAYASAN TUNAS BANGSA SOPOSURUNG, SMA NEGERI 2 BALIGE
Fight Song
Pada tahun 1913, Kolonial Belanda berencana merayakan hari kemerdekaannya secara besar-besaran. Untuk membiayai pesta ini, mereka berencana mengutip sumbangan dari pribumi yang mereka sebut inlander. Bagi yang berakal sehat, logika ini benar-benar terbalik. Bahasanya begini: “si Miskin disuruh menyumbang agar si Kaya dapat berpesta”. Bagi inlander, saat itu tidak ada pilihan.
Si anak bangsawan non-gelar tadi melihat ini suatu ketidakadilan luar biasa. Saat itu usianya baru 24 tahun (baru tamat kuliah lah kalau sekarang). Ditulislah suatu tulisan pembangkangan yang berjudul “Seandainya aku seorang Belanda”. Saduran isinya kira-kira begini:
“Seandainya aku seorang Belanda, aku tidak akan melakukan pesta kemerdekaan di negeri yang telah kami rampas kemerdekaannya. Bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk melakukan pesta tersebut. Ide melakukan pesta itu sajapun sebenarnya sudah menghina mereka, kita paksa pula mereka membayar pesta kita. Ayo teruskan saja penghinaan ini.
Seandainya aku seorang Belanda, aku akan tersinggung karena inlander (miskin) menyumbang pestaku yang tidak ada gunanya bagi mereka”.
Anak Bangsawan, Cita-cita Dokter
Seorang anak bangsawan, cucu seorang raja, pernah bercita-cita menjadi seorang dokter. Garis tangannya menakdirkan dirinya berhenti sekolah kedokteran karena sakit. Keberpihakan kepada rakyat ditunjukkannya dengan melepas gelar kebangsawanannya. Saya sebut saja beliau adalah anak bangsawan non-gelar.
Bahaya Tingkat Tinggi sebuah Tulisan
Bagi Gubernur Jenderal Belanda saat itu, tulisan ini jauh lebih berbahaya dari pada bom atau ribuan tentara. Tidak ada pilihan lain, si anak bangsawan non-gelar tadi ditangkap dan diasingkan ke Belanda. Harapannya jelas, dia masih muda dengan hidup di Eropa mungkin dia akan berubah kebarat-baratan dan akan suka pesta.
Emas dibuang di manapun tetap EMAS
Selama pembuangan si anak bangsawan non-gelar tadi melahap pemikiran semua tokoh pendidikan dunia (Friederich WA Froebel, Maria Montessori, dan Rabindranath Tagore). Emas yang murni tetaplah emas. Bukannya berubah, malah semakin mengakar menunjukkan identitas nusantara nya. Dengan bahasa Jawa halus warisan leluhurnya, si anak bangsawan non-gelar itu menuliskan tugas ideal seorang pendidik dalam membangun karakter bangsa:
Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani
“Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan”
Saat membentuk kabinetnya yang pertama, the founding fathers (Soekarno-Hatta), tanpa melalui fit and proper test, langsung menunjuk beliau sebagai menteri Pengajaran (Pendidikan) RI yang pertama dengan satu tugas yang tercantum di Pembukaan UUD 45: “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.
Selamat ulang tahun Ki Hajar Dewantara, 2 Mei 1889.
Cita-citama untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, mungkin belum tercapai. Tetapi seloganmu dan riwayat hidupmu yang selalu berpedoman pada akar leluhur dan pembangkanganmu terhadap ketidakadilan adalah contoh sempurna bagi para pendidik negara ini.
Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2017, bagi para pendidik dan pemimpin, bertindaklah seperti pesan Ki Hajar Dewantara:
Di depan memberi contoh, Di tengah memberi semangat, Di belakang memberi dorongan.
Mohon maaf jika ada kesalahan kata,
Salam Hormat
BIMBEL TALENTA
TALENTANation
JOIN Now!
Bergabunglah bersama kami Para Talenta Muda Indonesia, Calon Pembuat Sejarah
0 Komentar